Arung Palakka

Arung Palakka
La Tenritatta To Ureng To-ri SompaE Petta MalampeE Gemme'na Daeng Serang To' Appatunru Paduka Sultan Sa'adduddin

Welcome

Selamat Datang

07 Mei 2009

Potensi dan Periode Ulang Gempa Bumi Sulawesi Bagian Utara

Latar Belakang
Sulawesi Bagian Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kondisi tektoniknya sangat kompleks (Gambar 1). Pertemuan tiga lempeng besar IndoAustralia, Eurasia dan Pasifik, aktifitas lempeng-lempeng mikro serta terbentuknya sesar-sesar menjadi bukti kompleksitasnya.
Gambar 1. Daerah Penelitian Pulau Sulawesi Bagian Utara.

Sampai saat ini proses geodinamika yang mengakibatkan adanya ketidakstabilan di Sulawesi masih terus diperdebatkan. Beberapa kejadian gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Bagian Utara antara lain: gempa bumi Ternate 21 Januari 2007 terjadi pada hari Minggu pada pukul 19:27 WITA, lokasi 1.20oLU-126.29oBT, kekuatan 7.5 SR, kedalaman 10 km, Gorontalo 17 Nopember 2008 terjadi pada hari Senin pada pukul 01:02 WITA, lokasi 1.28oLU-122.1oBT, kekuatan 7.7 SR, kedalaman 26,1 km dan Sangihe-Talaud 12 Februari 2009 terjadi pada hari Kamis pada pukul 01:34 WITA, lokasi 3.9oLU-126.4oBT, kekuatan 7.4 SR, kedalaman 20 km.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap beberapa daerah aktif gempa bumi Indonesia diantaranya di daerah sesar Sumatera, Cimandiri Jawa Barat, Palu-Koro, Flores, Wetar dan Sorong.
Dalam beberapa penelitian tersebut para peneliti menfokuskan penelitiannya pada perubahan nilai-b daerah penelitian. Dalam perkembangan ilmu kegempabumian di dunia, studi perubahan nilai-b terhadap waktu sebenarnya sudah banyak dilakukan. Salah satu tujuannya untuk membuktikan layak tidaknya dijadikan sebagai precursor gempa bumi baik dalam skala short-term, medium term maupun long-term. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa gempa-gempa besar dalam skala medium-term sering didahului dengan peningkatan nilai-b kemudian diikuti penurunan dalam beberapa minggu atau bulan sebelum kejadian gempa bumi tersebut. Penelitian yang dilakukan baik dengan katalog regional maupun global menemukan bahwa nilai-b dari gempa bumi pendahuluan turun sampai 50 % sebelum kejadian gempa bumi utama.

Perubahan Nilai-b dan Nilai-a
Nilai-b dan nilai-a merupakan konstanta yang biasa dipakai sebagai parameter seismisitas. Nilai-b dan nilai-a akan berubah pada ruang dan waktu. Parameter nilai-b biasanya mendekati nilai 1 dan merupakan parameter tektonik yang banyak dipercaya bergantung pada tingkat stress dan karakter tektonik suatu daerah. Parameter nilai-a mencerminkan tingkat seismisitas pada suatu daerah selama periode tertentu. Pada umumnya seismisitas yang tinggi nilai parameter nilai-a juga lebih tinggi.
Nilai-b yang tinggi secara statistik berarti adanya gejala gempa bumi dengan magnitudo kecil yang meningkat jumlahnya, sedangkan nilai-b yang rendah menunjukkan gejala gempa bumi dengan magnitudo semakin besar yang meningkat jumlahnya. Kenaikan nilai-b merepresentasikan adanya retakan baru (new cracks) dan lambatnya tingkat pertumbuhan retakan itu (slow crack growth), gejala ini terjadi pada pasca terjadinya gempabumi yang besar (after-shocks). Sebaliknya penurunan nilai-b mengindikasikan adanya peningkatan kelajuan retakan atau ketidakstabilan pertumbuhan retakan.
Berdasarkan pengamatan perubahan nilai-b, diketahui bahwa nilai b menggambarkan aktifitas stress lokal. Secara statistik perubahan nilai-b yang signifikan telah teramati di beberapa medan stress seperti di zona tumbukan lempeng, di sepanjang patahan dan di zona aftershock. Ada indikasi penurunan nilai-b menjelang terjadinya gempa bumi besar (foreshocks) dan kenaikan nilai-b setelah terjadinya sebuah gempa bumi besar tersebut (aftershocks).
Gambar 2. Distribusi gempa bumi tahun 1973-2009 Sulawesi Bagian Utara.

Tektonik Sulawesi Bagian Utara
Hadirnya sejumlah palung di Sulawesi memberi indikasi adanya penunjaman lempeng-lempeng tektonik. Palung Sulawesi Utara memberi indikasi adanya penunjaman ke arah selatan di bagian utara Sulawesi. Gunung api Una-una semakin memperkuat bukti adanya subduksi dari utara pada zona ini.
Pada bagian timur dari lengan utara Sulawesi terdapat zona subduksi akibat penunjaman ke arah barat oleh lempeng Laut Maluku. Busur vulkanik yang berjajar dari Kepulauan Sangihe hingga ujung utara Pulau Sulawesi memberi bukti adanya subduksi di zona ini. Subduksi lempeng Laut Sulawesi ke arah selatan di bagian utara Sulawesi menghasilkan penunjaman hingga 600 km. Adapun dari arah timur lempeng Laut Maluku menunjam dengan slab mencapai kedalaman 700 km ke arah barat.
Subduksi yang berada di timur lengan utara Sulawesi, ujung baratnya bersambung dengan sesar Gorontalo. Subduksi ini memanjang dari cekungan Gorontalo ke arah timur dan membelok ke utara. Subduksi yang berada di Laut Sulawesi merupakan subduksi yang berarah utara-selatan dan hanya bagian barat saja yang aktif. Tetapi kenyataannya memperlihatkan bahwa bagian timur juga aktif.
Gambar 3. Distribusi gempa bumi terhadap kedalaman (0-675 km).

Penelitian ini menggunakan database gempa bumi dari katalog National Earthquake Information Center - United State Geology Survey (NEIC - USGS) di daerah Sulawesi Bagian Utara dan sekitarnya. Jumlah kejadian gempa bumi sebanyak 12.607 kedalaman 0 – 675 km. Daerah penelitian meliputi Lintang : 7oLU – 1oLS dan Bujur : 118oBT – 130oBT dengan kedalaman 0 - 675 km dalam kurun waktu 1973 – 2009 (Gambar 3).

Hasil dan Analisa
Pengolahan data menggunakan program ZMAP versi 6.0 untuk perhitungan nilai-b, nilai-a dan periode ulang gempa bumi (Gambar 3). Program ZMAP dijalankan menggunakan software statistik MATLAB versi 7.0.

Analisa Temporal
Sebelum terjadinya gempa bumi Ternate 21 Januari 2007, nilai-b daerah penelitian mengalami penurunan sangat signifikan, pada tahun 2004 sekitar 2,3 menjadi 1,25 pada tahun 2007 (Gambar 4).
Setelah itu nilai-b mengalami peningkatan sampai 2008 dan selanjutnya kembali mengalami penurun pada akhir 2008 hingga tahun 2009. Ini berhubungan dengan fakta kejadian gempa bumi Gorontalo 17 Nopember 2008 dan gempa bumi Sangihe-Talaud 12 Februari 2009.

Gambar 4. Grafik perubahan nilai-b terhadap waktu.

Pada tahun 2009 dan selanjutnya diindikasikan akan ada beberapa gempa bumi dalam magnitudo skala 4 dan 5.

Analisa Spasial
Proses deklustering menemukan 1.179 kluster gempa bumi, sekitar 10.755 (85,3%) kejadian gempa bumi dihilangkan dari total 12.607 kejadian gempa bumi pada daerah tersebut. Kejadian gempa bumi yang di hilangkan merupakan gempa pendahuluan dan gempa susulan. Jadi hasil proses deklustering berupa kejadian gempa utama sebanyak 1.852 kejadian.
1.2.Gambar 5. Peta nilai-b (Gambar 1) dan nilai-a (Gambar 2)

Variasi spasial nilai-b dan nilai-a pada daerah penelitian, minimum nilai-b sekitar 0,06 dan maksimumnya sekitar 2,3. Penelitian nilai-b oleh para ahli mengungkapkan bahwa nilai-b yang rendah biasanya berkorelasi dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan nilai-b rendah sebaliknya. Selain itu, daerah dengan heterogenitas yang besar berkorelasi dengan nilai-b yang tinggi. Variasi spasial nilai-a dengan minimum nilai-a sekitar 3,7 dan nilai maksimumnya sekitar 13,2. Tampak kluster dengan variasi nilai-a sekitar 8, berarti kluster ini memiliki aktifitas kegempaan yang tinggi.

Analisis Periode Ulang Gempa Bumi
Periode ulang kejadian gempa bumi dengan magnitudo 4 berpeluang besar untuk terjadi di daerah penelitian dalam kurun waktu 0,005 sampai 0,03 tahun (Gambar 6.1). Periode ulang kejadian gempa bumi dengan magnitudo 5 berpeluang besar untuk terjadi di daerah penelitian dalam kurun waktu 0,3 sampai 1,6 tahun (Gambar 6.2). Periode ulang kejadian gempa bumi dengan magnitudo 6 berpeluang besar untuk terjadi di daerah penelitian dalam kurun waktu 6 sampai 31 tahun (Gambar 6.3).
1.2.3.4.Gambar 6. Peta periode ulang gempa bumi M=4 (Gambar 1) M=5 (Gambar 2)
M=6 (Gambar 3), M=7 (Gambar 4)

Secara umum gempa bumi dengan magnitudo 7 memiliki periode ulang yang berbeda-beda dalam kurun waktu 25 hingga 115 tahun (Gambar 6.4).
Korelasi antara nilai-b dan nilai-a dengan periode ulang kejadian gempa bumi adalah bila nilai-b dan nilai-a tinggi biasanya periode ulang gempanya pendek. Dalam penelitian ini daerah yang aktifitas kegempaannya relatif tinggi dengan periode yang pendek terutama pada daerah Gorontalo, Manado, Laut Maluku dan Talaud.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Daerah kegempaan di Sulawesi Bagian Utara dan sekitarnya berdasarkan nilai-b dapat dikelompokan menjadi 3 kluster utama dimana minimum nilai-b sekitar 0,6 dan maksimumnya sekitar 2,3. Parameter seismik yang dapat mengindikasikan aktifitas kegempaan di sebuah daerah penelitian adalah nilai-a. Adapun nilai-a minimum sekitar 3,7 dan nilai maksimumnya sekitar 13,2 hal ini dapat berarti bahwa aktifitas kegempaan di Sulawesi Bagian Utara dan sekitarnya termasuk dalam kategori tinggi. Melalui pendekatan kualitatif periode ulang gempa bumi dengan magnitudo 4 di daerah penelitian dalam kurun waktu sekitar 0,005 hingga 0,3 tahun, magnitudo 5 sekitar 0,3 hingga 1,6 tahun, magnitudo 6 sekitar 6 hingga 31 tahun dan magnitudo 7 sekitar 25 hingga 115 tahun.

Saran
Analisa temporal dan spasial hanyalah bagian kecil dari studi menyeluruh tentang karakteristik suatu daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam gempa bumi. Untuk itu diperlukan penelitian-penelitian lain diantaranya kondisi geotektonik, vulkanik, jalur sesar, jalur pegunungan, kestabilan lereng dan tanah serta sejarah kegempaan dapat membantu untuk mendukung perhitungan dan analisa seismisitas suatu daerah dalam rangka mitigasi bencana gempa bumi.
Referensi: Berbagai Sumber

Baca Selengkapnya......

12 Agustus 2008

Penanganan Bencana Alam: Perlu Keseriusan Pemerintah!

Indonesia berdasarkan tinjauan letak geografis dan kondisi geologinya merupakan daerah dengan tingkat potensi kerawanan terhadap bencana alam yang sangat tinggi. Pengrusakan lingkungan hidup, kondisi dinamis dalam perut bumi dan pengaruh perubahan iklim global menjadi faktor utama kerentanannya.
Bencana alam yang terjadi diantaranya gempa bumi (tektonik), gunung meletus (vulkanik), banjir, kekeringan, tanah longsor, angin kencang, tsunami dan kebakaran hutan.

Fakta menunjukkan, jumlah rata-rata korban bencana alam di Indonesia cenderung meningkat. Jika pada tahun 1981-1990 jumlah rata-rata orang yang terimbas bencana berkisar 212.000 orang, tahun 1991-2000 jumlahnya berlipat menjadi 709.000 orang. Dan pada tahun 2001-2008 ini jumlah korban itu semakin memprihatinkan saja. Puncaknya ketika terjadi bencana dunia tsunami Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (Sumut), dimana korban yang meninggal mencapai lebih dari 120.000 jiwa.
Namun sangat disayangkan setelah melalui berbagai bencana yang terjadi selama ini pengetahuan masyarakat mengenai potensi dan penanganan bencana alam baik pra bencana, saat maupun pasca bencana masih sangat minim. Pemerintah pun belum secara maksimal mengupayakan penanganan bencana dengan baik dan terpadu. Untuk itu perlu upaya menyeluruh dan terus–menerus dengan melibatkan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, organisasi terkait dan pemerintah dalam menangani dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana alam.
Satu hal penting yang harus dilakukan dalam penanganan (manajemen) bencana alam untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menangani dan meminimalkan potensi kerusakan, kerugian dan korban yang mungkin timbul adalah Membangun Pusat Informasi Bencana Alam.
Pusat informasi bencana alam menjadi pusat rujukan informasi masyarakat dalam menemukenali segala hal mengenai bencana alam, baik itu jenis-jenisnya, faktor-faktor yang melatarbelakangi atau penyebab terjadinya dan tindakan apa saja yang dilakukan bila terjadi bencana alam. Pusat informasi bencana alam ini dibangun terutama di daerah rawan bencana dan bila perlu sampai pada level pemerintahan di tingkat kabupaten.
Pusat informasi bencana alam haruslah menyediakan database informasi dan menjadi tempat penyebarluasan semua hal penting mengenai bencana alam yang diantaranya berupa:
1. Pembuatan Media Informasi Bencana Alam
Media informasi memegang peranan penting dalam penyebarluaskan informasi mengenai bencana alam. Media itu dapat berupa barang cetakan diantaranya buku, panflet, leaflet, komik populer dan dapat pula berupa digital elektronik seperti video, rekaman suara serta lain sebagainya yang isinya memuat mengenai apa saja yang berkaitan dengan bencana alam dan bagaimana penanganannya. Bila memungkinkan, apabila terjadi bencana alam pememerintah menyediakan saluran telepon darurat atau pusat informasi/pengaduan (call center). Saluran telepon ini menjadi jalur resmi bagi masyarakat baik di dalam maupun di luar lokasi bencana untuk mengetahui detail kejadian bencana antara lain waktu kejadian, dampak kerusakan baik korban jiwa maupun harta benda.
2. Penyuluhan dan Sosialisasi Bencana Alam
Tersedianya sarana dan prasarana untuk pemberian penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bencana alam baik itu tempat, alat dan bahan sosialisasi serta tentu saja sumber daya manusia yang menjadi penyuluh. Kegiatan ini dapat dilakukan bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menangani masalah kebencanaalaman.
3. Panduan Menghadapi Bencana Alam
Dalam persiapan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam, harus ada panduan prosedur dan tatacara menghadapi bencana alam yang tersusun sistematis dengan lingkup pembahasannya yang meliputi semua jenis bencana alam dan cara menghadapinya. Jadi masyarakat dapat segera mengambil langkah dan upaya penyelamatan diri bila terjadi bencana.
4. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam dan Zonasi Daerah Bahaya Serta Prakiraan Resiko
Peta rawan bencana alam memberikan informasi dasar mengenai kondisi suatu daerah ditinjau dari potensi-potensi bencana yang kemungkinan dapat terjadi. Adapun peta zonasi daerah bahaya serta prakiraan resiko menggambarkan lingkup zona daerah bahaya beserta prakiraan tingkat resiko/bahaya yang dapat terjadi. Tentu saja peta ini dibuat melalui survei mendetail oleh pihak-pihak terkait seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi (PVMBG) dan lain sebagainya. Contohnya pembuatan peta rawan banjir, longsor, tingkat bahaya kebakaran hutan dan seismisitas.
Penunjukan Rumah Sakit Rujukan Korban Bencana Alam
Bencana alam yang terjadi dapat saja mengakibatkan terjadinya korban jiwa, baik luka maupun meninggal dunia. Untuk itu perlu ada rujukan satu rumah sakit terutama di daerah rawan bencana sebagai tempat/unit penanganan medis darurat korban bencana. Tentunya dengan pengalokasian Sumber Daya Manusia (SDM), dana, peralatan medis dan obat-obatan yang memadai. Selain itu penyediaan bahan kebutuhan berupa makanan, selimut dan tenda darurat untuk lokasi pengungsian.
Simulasi Penanganan Bencana Alam
Simulasi bencana menjadi bagian penting dalam memberikan pengetahuan dasar bagi masyarakat mengenai tindakan apa saja yang dapat dilakukan bila terjadi bencana. Contohnya memberikan simulasi berupa praktek dilapangan mengenai tindakan yang diambil bila terjadi tsunami. Dimana bila terjadi tsunami yang seharusnya dilakukan adalah berlari ke tempat tertinggi bukan ke tempat yang terjauh dari pantai.
Kerjasama dengan Pihak Terkait untuk Mitigasi Fisik Bencana Alam
Dampak bencana alam tentu memberikan kerugian yang cukup signifikan bagi kehidupan manusia dan lingkungan.Untuk itu perlu jalinan kerjasama dengan negara lain, organisasi ataupun lembaga donor dalam mengatasi masalah yang timbul akibat bencana, seperti masalah kesehatan, perumahan, pendidikan, mata pencaharian dan lain sebagainya.


Baca Selengkapnya......

Pembangunan: Mengentaskan Kemiskinan atau Menggusur Orang Miskin?!

Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indikator Perekonomian pada November 2007 menyebutkan penduduk miskin Indonesia pada Maret 2007 sekitar 37,17 juta. Adapun angka pengangguran sebesar 9,75 persen pada Februari 2007 dari total angkatan kerja atau sekitar 189 ribu orang setiap tahunnya. Tingkat pengangguran nasional tersebut, sekitar 66 persen orang muda berusia 17-18 tahun yang putus sekolah menganggur, dengan kisaran menjadi sekitar 53 persen pada usia 19-20 tahun dan 20 persen usia 23-24. Total pengangguran saat ini sekitar 10,9 juta orang. Beberapa hal yang menjadi indikator kemiskinanan antara lain banyaknya kasus gizi buruk dan kelaparan, rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka pengangguran dan krimininalitas.

Kasus gizi buruk dan kelaparan jelas terkait pada masalah penyediaan pangan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kasus ini seolah-olah menjadi fenomena gunung es. Dimana kasus yang nampak itu hanyalah sebagian kecil dari kondisi yang terjadi sebenarnya di masyarakat.
Rendahnya minat masyarakat memasukkan anak-anaknya ke dalam lembaga-lembaga pendidikan terkait mahalnya biaya pendidikan dan desakan untuk mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Ini menyebabkan pendidikan bukan prioritas utama bagi keluarga miskin.
Jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pendidikan yang tinggi pun bukan suatu jaminan. Banyak lulusan perguruan tinggi saat ini tidak memiliki pekerjaan. Himpitan ekonomi membuat beberapa orang tergerak menempuh jalan pintas dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga kerawanan pun sosial semakin tinggi. Tindak kriminalitas seperti perampokan, pencurian dan penjambretan menjadi sesuatu yang sering terjadi.
Keadaan ini semakin diperparah dengan kebijakan ekonomi yang dicanangkan pemerintah seringkali tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Walaupun kebijakan itu pada dasarnya secara konseptual sangat baik namun kenyatan dilapangan berbeda dengan perencanaannya. Beberapa hal diantaranya menyangkut kebijakan mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM), konversi lahan pertanian dan pemberian bantuan/subsidi.
Konversi minyak tanah ke gas sangat membingungkan, rakyat yang kesehariannya menggunakan minyak tanah untuk aktifitas masak memasak dialihkan menggunakan bahan bakar gas. Namun apa lacur kelangkaan gas menjadi kendala yang menghadang. Ketika ingin kembali menggunakan minyak tanah, ternyata harganya sudah membumbung tinggi dan dijatah lagi. Seiring program penghematan penggunaan bahan bakar pemerintah melakukan pembatasan pembelian bahan bakar minyak. Tentu saja ini menyebabkan aktifitas roda kehidupan rakyat yang sangat bergantung pada BBM menjadi terhambat, contohnya para nelayan, usaha kecil dan pengusaha angkutan umum.
Konversi lahan pertanian merupakan bagian dari dinamika ekonomi. Namun harus ada rasio yang tepat. Membuat kebijakan konversi harus ada batas yang ditoleransi. Lahan pertanian di Indonesia saat ini kurang lebih seluas 20 juta hektar dengan jumlah petani sekitar 25 juta orang. Dimana terjadi pengurangan akibat konversi menjadi pemukiman dan industri sebesar 40 ribu hektar setiap tahunnya. Pemerintah harus segera menggodok aturan hukum baru mengenai konversi lahan sebagai bagian dari UU Pertanian yang mewajiban bagi setiap pengusaha yang melakukan pembangunan di atas lahan pertanian dan mengakibatkan hilangnya fungsi lahan itu sebagai sawah atau kebun untuk buka lahan baru sebagai pengganti.
Menyikapi masalah itu pemerintah perlu pula melakukan berbagai upaya demi meningkatkan produksi pangan nasional. Mulai penyebaran bibit varietas padi unggul dan bermutu, penyuluhan, penggunaan pupuk seimbang sampai teknologi produksi tepat guna. Intensifikasi tetap dilakukan tanpa mengabaikan luas lahan.
Beberapa sistem yang ada sekarang sebenarnya sudah sangat baik. Hanya saja keluaran atau produk yang dihasilkan oleh mereka yang duduk sebagai pengambil keputusan tersebut yang belum jelas arah orientasinya. Selama ini Jaring Pengaman Sosial (JPS), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) hanya solusi yang bersifat sementara tanpa ada proyeksi jelas kedepannya. Ranperda Tibum berupa pengesahan revisi Raperda No.11 tahun 1988 yang dicanangkan Propinsi DKI Jakarta bukanlah solusi tepat yang bisa memecahkan masalah kemiskinan. Itu hanyalah upaya menyingkirkan orang miskin bukan mengentaskan kemiskinan. Ini semakin menambah daftar kebijakan yang tidak memihak rakyat.
Jadi menyikapi permasalahan yang ada, masalah mendasar yang sebenarnya melanda bangsa ini jelas pada pola kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang berpihak kepada rakyat. Selama ini belum ada kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan dasar hidup masyarakat berupa pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

Baca Selengkapnya......

Daftar Referensi

Jadual Sholat Untuk Wilayah Watampone dan Sekitarnya